Oleh Vie
.
Part 13
Yusuf berlari dengan derai air mata yang tak berhenti mengalir. Kemana langkah kan terseret saat tujuan sudah tak pasti. Hujan gerimis pagi itu menghapus bulir kecewa dan kesepian. Dia berlari dalam hujan, berharap hujan menghapus jejak gelisah dan tanda tanyanya. Dimana kakek?
.
"Brug..." dia menambrak seseorang. Tak peduli dia lanjutkan larinya.
"Dik, tunggu..." Seorang wanita memanggil. Tapi Yusuf terus berlari. Wanita itu urung melanjutkan langkahnya, memilih mengikuti langkah kecil si nelangsa. Dia ingat itu cucu almarhum kakek yang kemarin tewas. Wanita itu mbak kasir yang baik hati yang membelikan sebotol sirop di hari pertama Ramadhan.
.
"Dek, ini mbak ... Kamu masih ingat, kita bertemu waktu kamu beli sirup?" Wanita itu teriak sambil berlari kecil menyusul Yusuf kecil yang putus asa. Lalu bocah itu berhenti seketika lalu balik badan.
"Mbak..." dia menubruk lalu memeluk wanita itu "kakek pergi, apa mbak lihat dia, aku takut mbak, kakek belum pulang dari kemarin"
Seketika dia merasa aliran darahnya terhenti. Terpaku, tak tahu harus jawab apa. Bisu dia mengikuti langkah mungil itu.
"Adik mau kemana hujan-hujan begini?"
"Aku mau ke pa haji dan Bi Ijah. Mau minta dicarikan kakek huhuhu" Yusuf kembali meraung. Dipeluknya bocah kecil itu. Diusap seolah dia adalah adik kandungnya. Hatinya tak karuan antara harus menyampaikan atau tidak tentang kenyataan kakeknya.
.
Tunggu, dia menyebut bi Ijah dan pa haji. Seperti nama ibunya. Penasaran dia ikuti terus anak itu. Benar saja, dia masuk ke pekarangan rumah pak haji tempat ibunya bekerja.
.
Dia mempercepat langkah, hatinya berdegup kencang. Bagaimana reaksi anak itu jika dia menceritakan tentang kejadian kemarin.
"Assalamualaikum, pak haji..." Yusuf mengetuk pintu. Kedua lengannya ditutupkan pada wajahnya menahan buliran air mata. Lagi, dia menyandarkan kepalanya ke pintu. Seolah hanya pintu yang bisa jadi sandarannya.
"Waalaikumsalam warohmatullah wabarokatuh" jawab bi Ijah dari dalam.
Pintu dibuka seketika Yusuf menghambur ke pelukan Bu Ijah. Kaget, dia memeluk anak yang selama ini ditunggunya. Heran, dia melihat putrinya ada di belakang anak itu.
"Kamu dengan Yusuf, Ci? Bukankah mau berangkat kerja"
"Bu, siapa anak ini? Ibu seperti mengenalnya dekat"
"Ini anak yang sering ibu ceritakan. Kakeknya marbut masjid di sini"
Suci nama mbak kasir baik hati itu. Ternyata putri bi Ijah. Matanya berkata-kata belum mampu menjelaskan.
"Kita masuk yuk, Le" ajak bi Ijah.
"kamu mau berangkat kerja, Ci?" Lanjutnya. Suci hanya menggeleng, tapi akhirnya dia memutuskan untuk bekerja saja. Sedikit kesiangan tidak mengapa. Dia hanya akan minta izin saja untuk tidak masuk lalu ia akan ke rumah sakit. Mengabari pihak rumah sakit bahwa keluarga korban sudah ditemukan.
"Bu, boleh suci bicara sebentar" bisik suci pada ibunya. Bi Ijah menurut. Saat itu
Bu haji keluar lalu menyambut Yusuf lalu membawanya masuk.
"Bu, ingat kakek dan cucu yang aku ceritakan dulu?" Bi Ijah mengangguk
"kakek yang aku ceritakan kemarin tertabrak truk" bi Ijah mengangguk lagi, gelisah. "Yusuf adalah cucu kakek yang aku ceritakan di tokoku, artinya kakek yang tertabrak itu adalah kakeknya Yusuf Bu" Suci tak kuat melanjutkan dia menutup muka. Bi Ijah lemas, lalu mereka berpelukan.
.
Part 13
Yusuf berlari dengan derai air mata yang tak berhenti mengalir. Kemana langkah kan terseret saat tujuan sudah tak pasti. Hujan gerimis pagi itu menghapus bulir kecewa dan kesepian. Dia berlari dalam hujan, berharap hujan menghapus jejak gelisah dan tanda tanyanya. Dimana kakek?
.
"Brug..." dia menambrak seseorang. Tak peduli dia lanjutkan larinya.
"Dik, tunggu..." Seorang wanita memanggil. Tapi Yusuf terus berlari. Wanita itu urung melanjutkan langkahnya, memilih mengikuti langkah kecil si nelangsa. Dia ingat itu cucu almarhum kakek yang kemarin tewas. Wanita itu mbak kasir yang baik hati yang membelikan sebotol sirop di hari pertama Ramadhan.
.
"Dek, ini mbak ... Kamu masih ingat, kita bertemu waktu kamu beli sirup?" Wanita itu teriak sambil berlari kecil menyusul Yusuf kecil yang putus asa. Lalu bocah itu berhenti seketika lalu balik badan.
"Mbak..." dia menubruk lalu memeluk wanita itu "kakek pergi, apa mbak lihat dia, aku takut mbak, kakek belum pulang dari kemarin"
Seketika dia merasa aliran darahnya terhenti. Terpaku, tak tahu harus jawab apa. Bisu dia mengikuti langkah mungil itu.
"Adik mau kemana hujan-hujan begini?"
"Aku mau ke pa haji dan Bi Ijah. Mau minta dicarikan kakek huhuhu" Yusuf kembali meraung. Dipeluknya bocah kecil itu. Diusap seolah dia adalah adik kandungnya. Hatinya tak karuan antara harus menyampaikan atau tidak tentang kenyataan kakeknya.
.
Tunggu, dia menyebut bi Ijah dan pa haji. Seperti nama ibunya. Penasaran dia ikuti terus anak itu. Benar saja, dia masuk ke pekarangan rumah pak haji tempat ibunya bekerja.
.
Dia mempercepat langkah, hatinya berdegup kencang. Bagaimana reaksi anak itu jika dia menceritakan tentang kejadian kemarin.
"Assalamualaikum, pak haji..." Yusuf mengetuk pintu. Kedua lengannya ditutupkan pada wajahnya menahan buliran air mata. Lagi, dia menyandarkan kepalanya ke pintu. Seolah hanya pintu yang bisa jadi sandarannya.
"Waalaikumsalam warohmatullah wabarokatuh" jawab bi Ijah dari dalam.
Pintu dibuka seketika Yusuf menghambur ke pelukan Bu Ijah. Kaget, dia memeluk anak yang selama ini ditunggunya. Heran, dia melihat putrinya ada di belakang anak itu.
"Kamu dengan Yusuf, Ci? Bukankah mau berangkat kerja"
"Bu, siapa anak ini? Ibu seperti mengenalnya dekat"
"Ini anak yang sering ibu ceritakan. Kakeknya marbut masjid di sini"
Suci nama mbak kasir baik hati itu. Ternyata putri bi Ijah. Matanya berkata-kata belum mampu menjelaskan.
"Kita masuk yuk, Le" ajak bi Ijah.
"kamu mau berangkat kerja, Ci?" Lanjutnya. Suci hanya menggeleng, tapi akhirnya dia memutuskan untuk bekerja saja. Sedikit kesiangan tidak mengapa. Dia hanya akan minta izin saja untuk tidak masuk lalu ia akan ke rumah sakit. Mengabari pihak rumah sakit bahwa keluarga korban sudah ditemukan.
"Bu, boleh suci bicara sebentar" bisik suci pada ibunya. Bi Ijah menurut. Saat itu
Bu haji keluar lalu menyambut Yusuf lalu membawanya masuk.
"Bu, ingat kakek dan cucu yang aku ceritakan dulu?" Bi Ijah mengangguk
"kakek yang aku ceritakan kemarin tertabrak truk" bi Ijah mengangguk lagi, gelisah. "Yusuf adalah cucu kakek yang aku ceritakan di tokoku, artinya kakek yang tertabrak itu adalah kakeknya Yusuf Bu" Suci tak kuat melanjutkan dia menutup muka. Bi Ijah lemas, lalu mereka berpelukan.
Posting Komentar
Posting Komentar