Lara, lebih dari satu dasawarsa aku mengenalmu. Dari pucuk bunga ranum berhias kristal embun di ujung fajar. Saat itu kau malu-malu tuk membuka kelopakmu. Aku menatapmu dari kejauhan
Lara, saat hangat sinar surya mengetuk kuncupmu. Kau menggeliat mekar putih segar, Malu-malu menyapa langit. Lalu kehangatannya membuatmu merekah. Benang sarimu indah menawan
Saat itu bukan hanya aku kumbang yang mendapat sinyal keanggunanmu. Dengung kabar keindahanmu mengalun bagai nyanyian rindu.
Lara, aku begitu ingin terbang mendekatimu secara langsung. Tapi sayap-sayap telah patah.
Lara, saat sayapku telah pulih teranyam. Aku berputar mencari wangimu yang memudar. Bulir sarimu berjatuhan tertiup Bayu. Ku tanya hujan, mungkin dia yang merusakmu. Namun, dia bisu.
Lara, di mana kamu? Kulingkari bumi dengan mendengungkan namamu. Tapi semua sepi. Hanya ada desah angin menggaung bercampur badai hujan semalam.
Lara, aku lelah. Jangan sembunyi di balik ketidakberdayaanmu. Kabar satu persatu kelopakmu telah jatuh membunuh harapanku. Kau tak lagi bunga sempurna. Kau menenggelamkan diri dalam wujud berbeda. Sungguh aku tak bisa menemukanmu.
Lara, apa aku harus menyerah? J
Jawabaku?
Atau aku tunggu kau kembali mengembang
Berapa lama?
Setahun?
Sewindu?
Tak cukupkan satu dasawarsa aku menunggu?
Tapi yang jelas satu abad tak akan menghilangkan kenanganmu.
Posting Komentar
Posting Komentar